Bulan
Rajab dan Keutamaannya
Bulan Rajab adalah salah satu bulan mulia, yang
telah Allah Ta’ala sebutkan sebagai asyhurul hurum (bulan-bulan haram).
Maksudnya, saat itu manusia dilarang (diharamkan) untuk berperang, kecuali
dalam keadaan membela diri dan terdesak.
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا
تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah , dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram …” (QS. Al Maidah (95): 2)
Ayat mulia ini menerangkan secara
khusus keutamaan bulan-bulan haram, yang tidak dimiliki oleh bulan lainnya.
Bulan yang termasuk Asyhurul hurum (bulan-bulan haram) adalah dzul qa’dah, dzul
hijjah, rajab, dan muharam. (Sunan At Tirmidzi No. 1512)
Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعةٌ حرمٌ: ثلاثٌ متوالياتٌ ذو القعدة، وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان
“Setahun ada 12 bulan, di antaranya terdapat 4 bulan haram: tiga yang awal adalah Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharam. Sedangkan Rajab yang penuh kemuliaan antara dua jumadil dan sya’ban.” (HR. Bukhari No. 3025)
السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعةٌ حرمٌ: ثلاثٌ متوالياتٌ ذو القعدة، وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان
“Setahun ada 12 bulan, di antaranya terdapat 4 bulan haram: tiga yang awal adalah Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharam. Sedangkan Rajab yang penuh kemuliaan antara dua jumadil dan sya’ban.” (HR. Bukhari No. 3025)
Dinamakan Rajab karena itu adalah bulan untuk yarjubu, yakni
Ya’zhumu (mengagungkan), sebagaimana dikatakan Al Ashmu’i, Al Mufadhdhal, dan
Al Farra’. (Imam Ibnu Rajab, Lathaif Al Ma’arif, Hal. 117. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Banyak manusia meyakini bulan Rajab sebagai bulan untuk
memperbanyak ibadah, seperti shalat, puasa, dan menyembelih hewan untuk
disedekahkan. Tetapi, kebiasaan ini nampaknya tidak didukung oleh sumber yang
shahih. Para ulama hadits telah melakukan penelitian mendalam, bahwa tidak satu
pun riwayat shahih yang menyebutkan keutamaan shalat khusus, puasa, dan ibadah
lainnya pada bulan Rajab, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar Al
‘Asqalani dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi. Benar, bulan Rajab adalah bulan yang
agung dan mulia, tetapi kita tidak mendapatkan hadits shahih tentang rincian
amalan khusus pada bulan Rajab. Wallahu A’lam
Sebagai contoh:
Sebagai contoh:
“Sesungguhnya di surga ada sungai bernama
Rajab, airnya lebih putih dari susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa
yang berpuasa Rajab satu hari saja, maka Allah akan memberikannya minum dari
sungai itu.” (Status hadits: BATIL. Lihat As Silsilah Adh Dhaifah No. 1898)
“ Ada lima malam yang doa tidak akan ditolak: awal malam pada bulan Rajab, malam nishfu sya’ban, malam Jumat, malam idul fitri, dan malam hari raya qurban.” (Status hadits: Maudhu’ (palsu). As Silsilah Adh Dhaifah No. 1452)
“Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.” (Status hadits: Dhaif (lemah). Lihat As Silsilah Adh Dhaifah No. 4400)
“Dinamakan Rajab karena di dalamnya banyak kebaikan yang diagungkan (yatarajjaba) bagi Sya’ban dan Ramadhan.” (Status hadits: Maudhu’ (palsu). As Silsilah Adh Dhaifah No. 3708)
Dan masih banyak lagi yang lainnya, seperti shalat raghaib (12 rakaat) pada hari kamis ba’da maghrib di bulan Rajab (Ini ada dalam kitab Ihya Ulumuddin-nya Imam Al Ghazali. Segenap ulama seperti Imam An Nawawi mengatakan ini adalah bid’ah yang buruk dan munkar, juga Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Nuhas, dan lainnya mengatakan hal serupa).
Walau demikian, tidak berarti kelemahan semua riwayat ini menunjukkan larangan ibadah-ibadah secara global. Melakukan puasa, sedekah, memotong hewan untuk sedekah, dan amal shalih lainnya adalah perbuatan mulia, kapan pun dilaksanakannya termasuk bulan Rajab (kecuali puasa pada hari-hari terlarang puasa).
Tidak mengapa puasa pada bulan Rajab, seperti puasa senin kamis dan ayyamul bidh (tanggal 13,14,15 bulan hijriah), sebab ini semua memiliki perintah secara umum dalam syariat. Tidak mengapa sekedar memotong hewan untuk disedekahkan, yang keliru adalah meyakini dan MENGKHUSUSKAN ibadah-ibadah ini dengan fadhilah tertentu yang hanya bisa diraih di bulan Rajab, dan tidak pada bulan lainnya. Jika seperti ini, maka membutuhkan dalil shahih yang khusus, baik Al Quran atau As Sunnah.
Sementara itu, mengkhususkan menyembelih hewan (istilahnya Al ‘Atirah) pada bulan Rajab, telah terjadi perbedaan pendapat di dalam Islam. Imam Ibnu Sirin mengatakan itu sunah, dan ini juga pendapat penduduk Bashrah, juga Imam Ahmad bin Hambal sebagaimana yang dikutip oleh Hambal. Tetapi mayoritas ulama mengatakan bahwa hal itu adalah kebiasaan jahiliyah yang telah dihapuskan oleh Islam. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits shahih: “Tidak ada Al Fara’ dan Al ‘Atirah.” (Imam Ibnu Rajab, Lathaif Al Ma’arif Hal. 117)
Namun, jika sekedar ingin menyembelih hewan pada bulan Rajab, tanpa mengkhususkan dengan fadhilah tertentu pada bulan Rajab, tidak mengapa dilakukan. Karena Imam An Nasa’i meriwayatkan, bahwa para sahabat berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, dahulu ketika jahiliyah kami biasa menyembelih pada bulan Rajab?” Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اذبحوا لله في أي شهر كان
“ Ada lima malam yang doa tidak akan ditolak: awal malam pada bulan Rajab, malam nishfu sya’ban, malam Jumat, malam idul fitri, dan malam hari raya qurban.” (Status hadits: Maudhu’ (palsu). As Silsilah Adh Dhaifah No. 1452)
“Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.” (Status hadits: Dhaif (lemah). Lihat As Silsilah Adh Dhaifah No. 4400)
“Dinamakan Rajab karena di dalamnya banyak kebaikan yang diagungkan (yatarajjaba) bagi Sya’ban dan Ramadhan.” (Status hadits: Maudhu’ (palsu). As Silsilah Adh Dhaifah No. 3708)
Dan masih banyak lagi yang lainnya, seperti shalat raghaib (12 rakaat) pada hari kamis ba’da maghrib di bulan Rajab (Ini ada dalam kitab Ihya Ulumuddin-nya Imam Al Ghazali. Segenap ulama seperti Imam An Nawawi mengatakan ini adalah bid’ah yang buruk dan munkar, juga Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Nuhas, dan lainnya mengatakan hal serupa).
Walau demikian, tidak berarti kelemahan semua riwayat ini menunjukkan larangan ibadah-ibadah secara global. Melakukan puasa, sedekah, memotong hewan untuk sedekah, dan amal shalih lainnya adalah perbuatan mulia, kapan pun dilaksanakannya termasuk bulan Rajab (kecuali puasa pada hari-hari terlarang puasa).
Tidak mengapa puasa pada bulan Rajab, seperti puasa senin kamis dan ayyamul bidh (tanggal 13,14,15 bulan hijriah), sebab ini semua memiliki perintah secara umum dalam syariat. Tidak mengapa sekedar memotong hewan untuk disedekahkan, yang keliru adalah meyakini dan MENGKHUSUSKAN ibadah-ibadah ini dengan fadhilah tertentu yang hanya bisa diraih di bulan Rajab, dan tidak pada bulan lainnya. Jika seperti ini, maka membutuhkan dalil shahih yang khusus, baik Al Quran atau As Sunnah.
Sementara itu, mengkhususkan menyembelih hewan (istilahnya Al ‘Atirah) pada bulan Rajab, telah terjadi perbedaan pendapat di dalam Islam. Imam Ibnu Sirin mengatakan itu sunah, dan ini juga pendapat penduduk Bashrah, juga Imam Ahmad bin Hambal sebagaimana yang dikutip oleh Hambal. Tetapi mayoritas ulama mengatakan bahwa hal itu adalah kebiasaan jahiliyah yang telah dihapuskan oleh Islam. Sebab Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits shahih: “Tidak ada Al Fara’ dan Al ‘Atirah.” (Imam Ibnu Rajab, Lathaif Al Ma’arif Hal. 117)
Namun, jika sekedar ingin menyembelih hewan pada bulan Rajab, tanpa mengkhususkan dengan fadhilah tertentu pada bulan Rajab, tidak mengapa dilakukan. Karena Imam An Nasa’i meriwayatkan, bahwa para sahabat berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, dahulu ketika jahiliyah kami biasa menyembelih pada bulan Rajab?” Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
اذبحوا لله في أي شهر كان
“Menyembelihlah karena
Allah, pada bulan apa saja.” (HR. An Nasa’i, hadits ini shahih. Lihat Shahih Al
Jami’ Ash Shaghir wa Ziyadatuhu, 1/208)
Bulan Sya’ban dan Keutamaannya
Bulan Sya’ban adalah bulan mulia yang
disunnahkan bagi kaum muslimin untuk banyak berpuasa. Hal ini ditegaskan dalam
hadits shahih berikut:
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, katanya:
كان رسول الله صلى الله
عليه وسلم يصوم حتى نقول لا يفطر، ويفطر حتى نقول لا يصوم، فما رأيت رسول الله صلى
الله عليه وسلم استكمل صيام شهر إلا رمضان، وما رأيته أكثر صياما منه في شعبان.
“Dahulu Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berpuasa sehingga kami mengatakan dia tidak
pernah berbuka, dan dia berbuka sampai kami mengatakan dia tidak pernah puasa.
Saya tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
menyempurnakan puasanya selama satu bulan kecuali Ramadhan, dan saya tidak
pernah melihat dia berpuasa melebihi banyaknya puasa di bulan Sya’ban.” (HR.
Bukhari No. 1868)
Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha
juga, katanya:
لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ
“Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam belum pernah berpuasa dalam
satu bulan melebihi puasa pada bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari No. 1869)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda:
شعبان بين رجب ورمضان
يغفل الناس عنه ترفع فيه أعمال العباد فأحب أن لا يرفع عملي إلا وأنا صائم
“Bulan Sya’ban, ada di
antara bulan Rajab dan Ramadhan, banyak manusia yang melalaikannya. Saat itu
amal manusia diangkat, maka aku suka jika amalku diangkat ketika aku sedang
puasa.” (HR. An Nasai, 1/322 dalam kitab Al Amali. Status hadits: Hasan (baik).
Lihat As Silsilah Ash Shahihah No. 1898. Lihat juga Tamamul Minnah Hal. 412.
DarAr Rayyah)
Adakah Keutamaan Malam
Nishfu Sya’ban?
Ya,
sebagamana diriwayatkan oleh banyak sahabat nabi, bahwa Beliau bersabda:
يطلع الله
تبارك و تعالى إلى خلقه ليلة النصف من شعبان ، فيغفر لجميع خلقه
إلا لمشرك أو مشاحن
إلا لمشرك أو مشاحن
“Allah Ta’ala menampakkan diriNya kepada hambaNya pada malam nishfu sya’ban, maka Dia mengampuni bagi seluruh hambaNya, kecuali orang yang musyrik atau pendengki.”
(Hadits ini Shahih menurut Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al Albani. Diriwayatkan oleh banyak sahabat nabi, satu sama lain
saling menguatkan, yakni oleh Muadz bin Jabal, Abu Tsa’labah Al Khusyani,
Abdullah bin Amr, ‘Auf bin Malik, dan ‘Aisyah. Lihat kitab As Silsilah Ash
Shahihah, 3/135, No. 1144. Darul Ma’arif. Juga kitab Shahih Al Jami’ Ash
Shaghir wa Ziyadatuhu, 2/785. Al Maktab Al Islami. Namun, dalam kitab Misykah
Al Mashabih, justru Syaikh Al Albani mendhaifkan hadits ini, Lihat No. 1306,
tetapi yang benar adalah shahih karena banyaknya jalur periwayatan yang saling
menguatkan)
Hadits ini menunjukkan keutamaan malam nishfu sya’ban (malam ke 15 di bulan Sya’ban), yakni saat itu Allah mengampuni semua makhluk kecuali yang menyekutukanNya dan para pendengki. Maka wajar banyak kaum muslimin mengadakan ritual khusus pada malam tersebut baik shalat atau membaca Al Quran, dan ini pernah dilakukan oleh sebagian tabi’in.. Tetapi, dalam hadits ini –juga hadits lainnya- sama sekali tidak disebut adanya ibadah khusus tersebut pada malam itu, baik shalat, membaca Al Quran, atau lainnya. Oleh, karena itu, wajar pula sebagian kaum muslimin menganggap itu adalah hal yang bid’ah (mengada-ngada dalam agama). Sebenarnya membaca Al Quran, Shalat malam, memperbanyak zikir pada malam nishfu sya’ban adalah perbuatan baik, dan merupakan pengamalan dari hadits di atas, namun yang menjadi ajang perdebatan adalah tentang ‘cara’nya, apakah beramai-ramai ke masjid lalu di buat paket acara secara khusus, atau melakukannya secara sendirian baik di rumah atau masjid dengan acara yang tidak baku dan tidak terikat.
Berikut adalah Fatwa Para ulama tentang
acara ritual Nishfu Sya’ban:
1. Imam An Nawawi (bermadzhab syafi’i)
Beliau Rahimahullah memberikan komentar tentang mengkhususkan
shalat pada malam nishfu sya’ban, sebagai berikut:
الصلاة المعروفة بصلاة الرغائب وهي ثنتى عشرة ركعة تصلي بين المغرب والعشاء ليلة أول جمعة في رجب وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة وهاتان الصلاتان بدعتان ومنكران قبيحتان ولا يغتر بذكرهما في كتاب قوت القلوب واحياء علوم الدين ولا بالحديث المذكور فيهما فان كل ذلك باطل
“Shalat yang sudah dikenal dengan sebutan shalat Ragha’ib yaitu shalat 12 rakaat yang dilakukan antara Maghrib dan Isya’, yakni malam awal hari Jumat pada bulan Rajab, dan shalat malam pada nishfu sya’ban seratus rakaat, maka dua shalat ini adalah bid’ah munkar yang buruk, janganlah terkecoh karena keduanya disebutkan dalam kitab Qutul Qulub[3] dan Ihya Ulumuddin[4], dan tidak ada satu pun hadits yang menyebutkan dua shalat ini, maka semuanya adalah batil.”
Demikian komentar Imam An Nawawi. (Al Majmu’ Syarh Al
Muhadzdzab, 2/379. Dar ‘Alim Al Kitab)
2. Syaikh ‘Athiyah Saqr (Mufti
Mesir)
Beliau Rahimahullah ditanya apakah ada
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengadakan acara khusus pada malam
nishfu sya’ban?
Beliau menjawab (saya kutip secara ringkas):
Beliau menjawab (saya kutip secara ringkas):
ثبت أن الرسول عليه الصلاة والسلام احتفل بشهر شعبان ، وكان
احتفاله بالصوم ، أما قيام الليل فالرسول عليه الصلاة والسلام كان كثير القيام
بالليل فى كل الشهر، وقيامه ليلة النصف كقيامه قى أية ليلة .
ويؤيد ذلك ما ورد من الأحاديث السابقة وإن كانت ضعيفة فيؤخذ بها فى فضائل الأعمال ، فقد أمر بقيامها ، وقام هو بالفعل على النحو الذى ذكرته عائشة .
وكان هذا الاحتفال شخصيا، يعنى لم يكن فى جماعة ، والصورة التى يحتفل بها الناس اليوم لم تكن فى أيامه ولا فى أيام الصحابة ، ولكن حدثت فى عهد التابعين . يذكر القسطلانى فى كتابه “المواهب اللدنية”ج 2 ص 259 أن التابعين من أهل الشام كخالد بن معدان ومكحول كانوا يجتهدون ليلة النصف من شعبان فى العبادة ، وعنهم أخذ الناس تعظيمها ، ويقال أنهم بلغهم في ذلك آثار إسرائيلية . فلما اشتهر ذلك عنهم اختلف الناس ، فمنهم من قبله منهم ، وقد أنكر ذلك أكثر العلماء من أهل الحجاز، منهم عطاء وابن أبى مليكة، ونقله عبد الرحمن بن زيد بن أسلم عن فقهاء أهل المدينة ، وهو قول أصحاب مالك وغيرهم ، وقالوا : ذلك كله بدعة، ثم يقول القسطلانى :
اختلف علماء أهل الشام فى صفة إحيائها على قولين ، أحدهما أنه يستحب إحياؤها جماعة فى المسجد، وكان خالد بن معدان ولقمان ابن عامر وغيرهما يلبسون فيها أحسن ثيابهم ويتبخرون ويكتحلون ويقومون فى المسجد ليلتهم تلك ، ووافقهم إسحاق بن راهويه على ذلك وقال فى قيامها فى المساجد جماعة : ليس ذلك ببدعة، نقله عنه حرب الكرمانى فى مسائله . والثانى أنه يكره الاجتماع فى المساجد للصلاة والقصص والدعاء ، ولا يكره أن يصلى الرجل فيها لخاصة نفسه ، وهذا قول الأوزاعى إمام أهل الشام وفقيههم وعالمهم .
ويؤيد ذلك ما ورد من الأحاديث السابقة وإن كانت ضعيفة فيؤخذ بها فى فضائل الأعمال ، فقد أمر بقيامها ، وقام هو بالفعل على النحو الذى ذكرته عائشة .
وكان هذا الاحتفال شخصيا، يعنى لم يكن فى جماعة ، والصورة التى يحتفل بها الناس اليوم لم تكن فى أيامه ولا فى أيام الصحابة ، ولكن حدثت فى عهد التابعين . يذكر القسطلانى فى كتابه “المواهب اللدنية”ج 2 ص 259 أن التابعين من أهل الشام كخالد بن معدان ومكحول كانوا يجتهدون ليلة النصف من شعبان فى العبادة ، وعنهم أخذ الناس تعظيمها ، ويقال أنهم بلغهم في ذلك آثار إسرائيلية . فلما اشتهر ذلك عنهم اختلف الناس ، فمنهم من قبله منهم ، وقد أنكر ذلك أكثر العلماء من أهل الحجاز، منهم عطاء وابن أبى مليكة، ونقله عبد الرحمن بن زيد بن أسلم عن فقهاء أهل المدينة ، وهو قول أصحاب مالك وغيرهم ، وقالوا : ذلك كله بدعة، ثم يقول القسطلانى :
اختلف علماء أهل الشام فى صفة إحيائها على قولين ، أحدهما أنه يستحب إحياؤها جماعة فى المسجد، وكان خالد بن معدان ولقمان ابن عامر وغيرهما يلبسون فيها أحسن ثيابهم ويتبخرون ويكتحلون ويقومون فى المسجد ليلتهم تلك ، ووافقهم إسحاق بن راهويه على ذلك وقال فى قيامها فى المساجد جماعة : ليس ذلك ببدعة، نقله عنه حرب الكرمانى فى مسائله . والثانى أنه يكره الاجتماع فى المساجد للصلاة والقصص والدعاء ، ولا يكره أن يصلى الرجل فيها لخاصة نفسه ، وهذا قول الأوزاعى إمام أهل الشام وفقيههم وعالمهم .
“Telah pasti dari Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau melakukan kegiatan pada bulan
Sya’ban yakni berpuasa. Sedangkan qiyamul lail-nya banyak beliau lakukan pada
setiap bulan, dan qiyamul lailnya pada malam nisfhu sya’ban sama halnya dengan
qiyamul lail pada malam lain. Hal ini didukung oleh hadits-hadits yang telah
saya sampaikan sebelumnya, jika hadits tersebut dhaif maka berdalil dengannya
boleh untuk tema fadhailul ‘amal (keutamaan amal shalih), dan qiyamul lailnya
beliau sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Aisyah yang telah saya
sebutkan. Aktifitas yang dilakukannya adalah aktifitas perorangan, bukan
berjamaah. Sedangkan aktifitas yang dilakukan manusia saat ini, tidak pernah
ada pada masa Rasulullah, tidak pernah ada pada masa sahabat, tetapi terjadi
pada masa tabi’in.
Al Qasthalani menceritakan dalam kitabnya Al Mawahib Al Laduniyah (Juz.2, Hal. 259), bahwa tabi’in dari negeri Syam seperti Khalid bin Mi’dan, dan Mak-hul, mereka berijtihad untuk beribadah pada malam nishfu sya’ban. Dari merekalah manusia beralasan untuk memuliakan malam nishfu sya’ban. Diceritakan bahwa telah sampai kepada mereka atsar israiliyat [5] tentang hal ini. Ketika hal tersebut tersiarkan, maka manusia pun berselisih pendapat, maka di antara mereka ada yang mengikutinya. Namun perbuatan ini diingkari oleh mayoritas ulama di Hijaz seperti Atha’, Ibnu Abi Malikah, dan dikutip dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam bahwa fuqaha Madinah juga menolaknya, yakni para sahabat Imam Malik dan selain mereka, lalu mereka mengatakan: “Semua itu bid’ah!”
Kemudian Al Qasthalani berkata: “Ulama penduduk Syam[6] berbeda pendapat tentang hukum menghidupkan malam nishfu sya’ban menjadi dua pendapat: Pertama, dianjurkan menghidupkan malam tersebut dengan berjamaah di masjid., Khalid bin Mi’dan dan Luqman bin ‘Amir, dan selainnya, mereka mengenakan pakain bagus, memakai wewangian, bercelak, dan mereka menghidupkan malamnya dengan shalat. Hal ini disepakati oleh Ishaq bin Rahawaih, dia berkata tentang shalat berjamaah pada malam tersebut: “Itu bukan bid’ah!” Hal ini dikutip oleh Harb Al Karmani ketika dia bertanya kepadanya tentang ini. Kedua, bahwa dibenci (makruh) berjamaah di masjid untuk shalat, berkisah, dan berdoa pada malam itu, namun tidak mengapa jika seseorang shalatnya sendiri saja. Inilah pendapat Al Auza’i, imam penduduk Syam dan faqih (ahli fiqih)-nya mereka dan ulamanya mereka.” Selesai kutipan dari Syaikh ‘Athiyah Saqr Rahimahullah. (Fatawa Al Azhar, Juz. 10, Hal. 131. Syamilah
Al Qasthalani menceritakan dalam kitabnya Al Mawahib Al Laduniyah (Juz.2, Hal. 259), bahwa tabi’in dari negeri Syam seperti Khalid bin Mi’dan, dan Mak-hul, mereka berijtihad untuk beribadah pada malam nishfu sya’ban. Dari merekalah manusia beralasan untuk memuliakan malam nishfu sya’ban. Diceritakan bahwa telah sampai kepada mereka atsar israiliyat [5] tentang hal ini. Ketika hal tersebut tersiarkan, maka manusia pun berselisih pendapat, maka di antara mereka ada yang mengikutinya. Namun perbuatan ini diingkari oleh mayoritas ulama di Hijaz seperti Atha’, Ibnu Abi Malikah, dan dikutip dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam bahwa fuqaha Madinah juga menolaknya, yakni para sahabat Imam Malik dan selain mereka, lalu mereka mengatakan: “Semua itu bid’ah!”
Kemudian Al Qasthalani berkata: “Ulama penduduk Syam[6] berbeda pendapat tentang hukum menghidupkan malam nishfu sya’ban menjadi dua pendapat: Pertama, dianjurkan menghidupkan malam tersebut dengan berjamaah di masjid., Khalid bin Mi’dan dan Luqman bin ‘Amir, dan selainnya, mereka mengenakan pakain bagus, memakai wewangian, bercelak, dan mereka menghidupkan malamnya dengan shalat. Hal ini disepakati oleh Ishaq bin Rahawaih, dia berkata tentang shalat berjamaah pada malam tersebut: “Itu bukan bid’ah!” Hal ini dikutip oleh Harb Al Karmani ketika dia bertanya kepadanya tentang ini. Kedua, bahwa dibenci (makruh) berjamaah di masjid untuk shalat, berkisah, dan berdoa pada malam itu, namun tidak mengapa jika seseorang shalatnya sendiri saja. Inilah pendapat Al Auza’i, imam penduduk Syam dan faqih (ahli fiqih)-nya mereka dan ulamanya mereka.” Selesai kutipan dari Syaikh ‘Athiyah Saqr Rahimahullah. (Fatawa Al Azhar, Juz. 10, Hal. 131. Syamilah
3. Samahatusy Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz
Rahimahullah
Beliau menjelaskan tentang hukum
mengkhususkan ibadah pada malam Nishfu Sya’ban:
ومن البدع التي
أحدثها بعض الناس: بدعة الاحتفال بليلة النصف من شعبان، وتخصيص يومها بالصيام،
وليس على ذلك دليل يجوز الاعتماد عليه، وقد ورد في فضلها أحاديث ضعيفة لا يجوز
الاعتماد عليها، أما ما ورد في فضل الصلاة فيها فكله موضوع، كما نبه على ذلك كثير
من أهل العلم، وسيأتي ذكر بعض كلامهم إن شاء الله. وورد فيها أيضًا آثار عن بعض السلف
من أهل الشام وغيرهم. والذي عليه جمهور العلماء: أن الاحتفال بها بدعة، وأن
الأحاديث الواردة في فضلها كلها ضعيفة وبعضها موضوع، وممن نبه على ذلك الحافظ ابن
رجب في كتابه [لطائف المعارف] وغيره، والأحاديث الضعيفة إنما يعمل بها في العبادات
التي قد ثبت أصلها بأدلة صحيحة، أما الاحتفال بليلة النصف من شعبان فليس له أصل
صحيح حتى يستأنس له بالأحاديث الضعيفة.
“Dan di antara bid’ah yang di ada-adakan manusia pada malam tersebut adalah: bid’ahnya mengadakan acara pada malam nishfu sya’ban, dan mengkhususkan siang harinya berpuasa, hal tersebut tidak ada dasarnya yang bisa dijadikan pegangan untuk membolehkannya. Hadits-hadits yang meriwayatkan tentang keutamaannya adalah dha’if dan tidak boleh menjadikannya sebagai pegangan, sedangkan hadits-hadits tentang keutamaan shalat pada malam tersebut, semuanya adalah maudhu’ (palsu), sebagaimana yang diberitakan oleh kebanyakan ulama tentang itu, Insya Allah nanti akan saya sampaikan sebagian ucapan mereka, dan juga atsar (riwayat) dari sebagian salaf dari penduduk Syam dan selain mereka. Jumhur (mayoritas) ulama berkata: sesungguhnya acara pada malam itu adalah bid’ah, dan hadits-hadits yang bercerita tentang keutamaannya adalah dha’if dan sebagiannya adalah palsu. Di antara ulama yang memberitakan hal itu adalah Al Hafizh Ibnu Rajab dalam kitabnya Latha’if alMa’arif dan lainnya. Ada pun hadits-hadits dha’if hanyalah bisa diamalkan dalam perkara ibadah, jika ibadah tersebut telah ditetapkan oleh dalil-dalil yang shahih, sedangkan acara pada malam nishfu sya’ban tidak ada dasar yang shahih, melainkan ‘ditundukkan’ dengan hadits-hadits dha’if.” (Fatawa al Lajnah ad Daimah lil Buhuts ‘Ilmiyah wal Ifta’, 4/281) Sekian kutipan dari Syaikh Ibnu Baz.
Larangan Pada Bulan Sya’ban
Pada bulan
ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melarang berpuasa pada yaumusy
syak (hari meragukan), yakni sehari atau dua hari menjelang Ramadhan. Maksud
hari meragukan adalah karena pada hari tersebut merupakan hari di mana manusia
sedang memastikan, apakah sudah masuk 1 Ramadhan atau belum, apakah saat itu
Sya’ban 29 hari atau digenapkan 30 hari, sehingga berpuasa sunah saat itu amat
beresiko, yakni jika ternyata sudah masuk waktu Ramadhan, ternyata dia sedang
puasa sunah. Tentunya ini menjadi masalah.
Dalilnya, dari ‘Ammar katanya:
Dalilnya, dari ‘Ammar katanya:
مَنْ صَامَ يَوْمَ
الشَّكِّ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barang siapa yang berpuasa
pada yaumus syak, maka dia telah bermaksiat kepada Abul Qasim (Nabi Muhammad)
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.” (HR. Bukhari, Bab Qaulun Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam Idza Ra’aytumuhu fa shuumuu)
Para ulama mengatakan, larangan ini adalah bagi orang yang
mengkhususkan berpuasa pada yaumusy syak saja. Tetapi bagi orang yang terbiasa
berpuasa, misal puasa senin kamis, puasa Nabi Daud, dan puasa sunah lainnya,
lalu dia melakukan itu bertepatan pada yaumusy syak , maka hal ini tidak
dilarang berdasarkan riwayat hadits berikut:
لَا
يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدُكُمْ رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ إِلَّا أَنْ
يَكُونَ رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمَهُ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الْيَوْمَ
“Janganlah salah seorang
kalian mendahulukan Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali bagi
seseorang yang sedang menjalankan puasa kebiasaannya, maka puasalah pada hari
itu.” (HR. Bukhari No. 1815)
Bulan
Ramadhan dan Keutamaannya
Ini
adalah bulan agung yang pling banyak dinantikan oleh seluruh umat Islam. Banyak
keutamaan yang diterangkan dalam Al Quran dan As Sunah tentang bulan ini.
Sebagaian di antaranya:
-Bulan
diturunkannya Al Quran
Allah Ta’ala berfirman:
”(Beberapa hari yang
ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)…” (QS. Al
Baqarah (2): 185)
-Bulan
Terdapat Lailatul Qadar (malam kemuliaan)
Allah Ta’ala berfirman:
Sesungguhnya Kami telah
menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan, dan tahukah kamu Apakah malam
kemuliaan itu? malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (QS. Al Qadr
(97) : 1-3)
- Shalat
pada malam Lailatul Qadar menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من قام ليلة
القدر إيمانا واحتسابا، غفر له ما تقدم من ذنبه
”Barang siapa yang shalat
malam pada malam Lailatul Qadar karena iman dan ihtisab (mendekatkan diri
kepada Allah) , maka akan diampuni dosa-dosanya yang lalu.” (HR. Bukhari No.
35, 38, 1802)
- Shalat
malam (tarawih) Pada Bulan Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu
Dari Abu
Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ قَامَ
رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
”Barang siapa yang shalat
malam pada Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka akan diampuni dosa-dosa yang
lalu.” (HR. Bukhari No. 37 1904, 1905)
- Berpuasa
Ramadhan menghilangkan dosa-dosa yang lalu
- Diampuni dosa di antara Ramadhan ke Ramadhan
- Diampuni dosa di antara Ramadhan ke Ramadhan
- Dibuka
Pintu Surga, Dibuka pinta Rahmat, Ditutup Pintu Neraka, dan Syetan dibelenggu
- Barang
siapa yang berbahagia dengan datangnya Ramadhan maka diharamkan masuk ke
neraka.
- Tidurnya orang puasa adalah ibadah (Naumush Shaim ‘Ibadah)
- Sepuluh hari pertama Ramadhan adalah rahmat, yang kedua adalah maghfirah, dan yang ketiga adalah dijauhkan dari api neraka.
- Keutamaan tarawih malam pertama adalah begini, malam kedua adalah begitu ..dst.
- Bau mulut orang puasa lebih Allah cintai dibanding minyak kesturi
- Barangsiapa yang berpuasa fi sabilillah maka akan dijauhkan wajahnya dari api neraka sejauh 70 tahun perjalanan
- Setiap amal anak adam adalah untuk dirinya, kecuali puasa, dia adalah untukKU, dan Akulah yang akan membalasnya sendiri
- Disediakan bagi orang puasa pintu surga bernama Ar Rayyan.
- Tidurnya orang puasa adalah ibadah (Naumush Shaim ‘Ibadah)
- Sepuluh hari pertama Ramadhan adalah rahmat, yang kedua adalah maghfirah, dan yang ketiga adalah dijauhkan dari api neraka.
- Keutamaan tarawih malam pertama adalah begini, malam kedua adalah begitu ..dst.
- Bau mulut orang puasa lebih Allah cintai dibanding minyak kesturi
- Barangsiapa yang berpuasa fi sabilillah maka akan dijauhkan wajahnya dari api neraka sejauh 70 tahun perjalanan
- Setiap amal anak adam adalah untuk dirinya, kecuali puasa, dia adalah untukKU, dan Akulah yang akan membalasnya sendiri
- Disediakan bagi orang puasa pintu surga bernama Ar Rayyan.
Hadits-hadits ini semuanya adalah shahih diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Tetapi, hadits-hadits ini tidak bicara tentang puasa Ramadhan secara khusus, melainkan juga bagi orang berpuasa walau pun di bulan lain secara umum.
Wallahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar